Buku ini ditulis oleh Tan Malaka dan juga buku ini membicarakan materialisme, dialektika, dan logika. Saya sangat kagum dan bangga mengenai buku ini, karena buku ini saya bisa memandang bangsa indonesia bahwa apa yang terjadi di dunia ini dipengaruhi oleh kekuatan kekuatan keramat di alam gaib. Cara pandang ini disebut oleh Tan malaka sebagai "logika mistika". Nah jadi menurut saya tan malaka itu memberikan pondasi pola pikir bangsa yang harus dibangun, merubah cara berfikir, dan memahami perubahan.
Tan malaka visioner, dia memikirkan bukan hanya merdeka tapi merdeka 100% Ide dialah yang mengimpikan bentuk negara ini, setelah terbebas dari kolonialisme adalah republik, dan ia pun menulis buku madilog, sebagai upaya menghadapi masalah, mindset manusia indonesia yang masih memelihara watak feodalisme, percaya pada tahayul dan tak terlatih menggunakan pikiran rasional ,sejumlah yang diperkirakan akan menghambat bangsa ini bangkit,dan semua itu diuraikan secara terinci dan ironinya sampai saat ini adalah hingga hari ini bangsa ini masih dibelit oleh masalah yang dikemukakan tan malaka ya dalam bentuk buku madilog ini.
Kalau ingin merdeka jangan diam saja dan juga jangan pasrah saja bangkit lah berfikir yang rasional pahami realita sekelilingmu pahami proses proses yang terjadi di dalamnya itulah materialisme dealektika dan logika itu yang saya praktekkan di kehidupan sehari hari. Visinya tan malaka itu visi kerakyatan kalo Soekarno itu pake istilah marhaen kalo tan malaka itu pake istilah murba ,murba itu artinya rakyat jelata,Isi buku Madilog ini mencakup suatu konsep tentang cara atau metode berpikir baru yang perlu dimiliki oleh rakyat Indonesia, agar mampu membebaskan diri dari penjajahan dan segala ketidakadilan. Menurut saya Jika ada anggapan yang menyebut " Madilog " berisi ajaran komunisme, rasanya itu hanya sesuatu yang dihubung-hubungkan saja. Tapi kalau disebut buku kiri, bisa jadi ya juga bisa jadi tidak.Lalu apakah saya misalnya yang telah membacanya dapat dianggap sebagai orang kiri? Jawabannya, ya enggak juga dong. Karena buku ini bukan merupakan buku doktrin, Madilog hanya sebuah pandangan ataupun kontemplasi pemikiran dari seorang anak manusia.
Pemikiran Tan Malaka yang dituangkan dalam buku ini masih memiliki relevansi degan perkembangan masyarakat Indonesia masa sekarang dan masa yang akan datang. Isi buku Madilog ini mencakup suatu konsep tentang cara atau metode berpikir baru yang perlu dimiliki oleh rakyat Indonesia, agar mampu membebaskan diri dari penjajahan dan segala ketidakadilan.
Saat pertama kali diterbitkan, Madilog merupakan buku yang kontroversial karena sangat kritis dengan budaya ketimuran, Tan Malaka "membenturkan" antara ajaran Marxisme yang berkembang di Eropa dengan budaya ketimuran di Indonesia. Ia tidak mentah-mentah menerima Marxisme, makanya ia dikenal sebagai orang komunis tapi juga orang yang beragama. Tan Malaka sendiri menegaskan bahwa isi buku Madilog banyak yang bertentangan dengan ketimuran yang perlu diluruskan. "Di sini dengan jelas dan terus terang saya mau katakan, bahwa Madilog sungguh-sungguh berlawanan dengan 'ketimuran' yang digembar-gemborkan lebih dari semestinya itu.
Sekiranya poin pertama merupakan hal umum yang dapat diketahui oleh khalayak umum. Dalam Autobiografinya, misalnya, Tan Malaka menjelaskan bagaimana Madilog merupakan karya yang berangkat dari pemikiran Marx, Engels, Lenin, dan Plekhanov. Jika kita tilik lebih lanjut dalam Madilog itu sendiri, terkhusus pada bab 5 tentang Dialektika merupakan penjabaran yang komprehensif tentang Marxisme itu sendiri. Dialektika, menurut Tan Malaka, menjadi jawaban ampuh bagi manusia ketika persoalan logika sudah mencapai batas kemampuannya. Dialektika bersifat tak pasti, saling kontradiksi satu sama lain, saling berhubungan dalam kecocokannya dengan keadaan. Namun Dialektika harus dipahami dalam kerangka materialisme, yakni berdasar kebendaan langsung, bukan angan-angan pikiran semata yang tak dapat dibuktikan wujud aslinya. Dalam hal ini, Tan Malaka memberi contoh sifat Dialektika dalam masyarakat kita. Contoh yang diberikan Tan Malaka tak jauh dari hasil teori Marx dan Lenin sebenarnya.
Saya ingat betul selama membaca buku tersebut terdapat 1 perasaan aneh yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata sekalipun. Bagaimana tidak? Kita bisa membayangkan langsung kondisi zaman ketika Tan Malaka menulis magnum opus-nya ini; di tengah kondisi bangsa yang carut marut, masyarakatnya yang tak banyak mengerti tentang ilmu alam, dan masyarakatnya lagi yang sering banyak mengandalkan hal logika mistika dalam menyelesaikan persoalan hidupnya.
Sekali lagi, para pembaca, di tengah berbagai kondisi tersebut, Tan Malaka bisa melahirkan karya tersebut. Di saat para founding fathers lain berusaha membangun semangat ideologis bagi rakyat Indonesia, namun Tan malaka malah mengupayakan pentingnya membangun cara berpikir yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H